PERTURAN DESA LANDUNGSARI
NOMOR 3 TAHUN 2010
TENTANG
PEDOMAN PENGELOLAAN KEKAYAAN DESA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA DESA LANDUNGSARI,
Menimbang | : | a. | bahwa untuk pengelolaan dan perlindungan kekayaan desa harus berdayaguna dan hasilguna untuk meningkatkan pendapatan desa. |
b. | bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 69 dan Pasal 106 Peraturan Pemerintah 72 Tahun 2005 tentang Desa perlu menetapkan Peraturan Pemerintah Dalam Negeri tentang Pedoman Pengelolaan Kekayaan Desa: | ||
c. | bahwa sehubungan dengan maksud tersebut pada huruf a dan b diperlukan Peraturan Desa Landungsari; | ||
Mengingat | : | 1. | Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 9) ; |
2. | Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851) ; | ||
3. | Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4389) ; | ||
4. | Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubaha dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang- Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4493); | ||
5. | Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); | ||
6. | Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952) ; | ||
7. | Peraturan Pemerintah Nomor 72 Ttahun 2005 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4587); | ||
8. | Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Kekayaan Desa; | ||
9. | Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa; | ||
Dengan Persetujuan Bersama BADAN PERMUSYAWARATAN DESA LANDUNGSARI | |||
MEMUTUSKAN | |||
Menetapkan | PERATURAN DESA LANDUNGSARI TENTANG PENGELOLAAN KEKAYAAN DESA |
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Desa ini yang dimaksud dengan :
1. Desa adalah Desa Landungsari;
2. Kepala Desa adalah Kepala Desa Landungsari;
3. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.
4. Perangkat desa adalah aparatur desa yang bertugas membatu Kepala Desa dalam melaksanakan tugas sehari-hari;
5. Badan Permusyawaratan Desa adalah Badan Permusyawaratan Desa Landungsari.
6. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
7. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa;
8. Badan Permusyawaratan Desa, yang selanjutnya disingkat BPD, adalah lembaga yang merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa;
9. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia;
10. Kewenangan Desa adalah hak dan kekuasaan Pemerintahan Desa dalam menyelenggarakan rumah tangganya sendiri untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di daerah Desa;
11. Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh BPD bersama Kepala Desa.
12. Peraturan Kepala Desa adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kepala Desa yang bersifat mengatur dalam rangka melaksanakan Peraturan Desa dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
13. Keputusan Kepala Desa adalah keputusan yang ditetapkan oleh Kepala Desa yang bersifat menetapkan dalam rangka melaksanakan Peraturan Desa maupun Peraturan Kepala Desa.
14. Pengelolaan adalah rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan, pemeliharaan, penghapusan, pemindahtanganan, penatausahaan, penilaian, pembinaan, pengawasan dan pengendalian.
15. Kekayaan Desa adalah barang milik Desa yang berasal dari kekayaan asli Desa, dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa atau perolehan hak lainnya yang sah.
16. Tanah Desa adalah barang milik desa berupa tanah bengkok, kuburan, dan titisara.
17. Swadaya masyarakat adalah kemampuan dari suatu kelompok masyarakat dengan kesadaran dan inisiatif sendiri mengadakan ikhtiar kearah pemenuhan kebutuhan jangka pendek maupun jangka panjang yang dirasakan dalam kelompok masyarakat itu.
18. Gotong Royong adalah bentuk kerjasama yang spontan dan sudah melembaga serta mengandung unsur-unsur timbal balik yang bersifat sukarela antara warga Desa dan atau antara warga Desa dengan Pemerintah Desa untuk memenuhi kebutuhan yang insidentil maupun berkelangsungan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan bersama baik materil maupun spiritual.
19. Penyertaan Modal Pemerintah Desa adalah pengalihan kekayaan yang tidak dipisahkan menjadi kekayaan yang dipisahkan untuk diperhitungkan sebagai modal atau saham Desa pada Badan Usaha Milik Desa, badan Usaha Milik Daerah, atau Badan Hukum lainnya yang dimiliki oleh Desa atau Daerah.
20. Inventarisasi adalah kegiatan untuk melakukan pendataan, pencatatan dan pelaporan hasil pendataan kekayaan milik Desa.
21. Perencanaan kebutuhan adalah kegiatan merumuskan rincian kebutuhan Kekayaan Desa untuk menghubungkan pengadaan barang yang telah ada dengan keadaan yang sedang berjalan sebagai dasar melakukan tindakan yang akan datang.
22. Pemanfaatan adalah pendayagunaan Kekayaan Desa yang tidak dipergunakan dalam bentuk sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, dan bangun serah guna/bangun guna serah dengan tidak mengubah status Kekayaan Desa.
23. Sewa adalah pemanfaatan Kekayaan Desa oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu untuk menerima imbalan uang tunai.
24. Pinjam pakai adalah penyerahan penggunaan Kekayaan Desa antar Pemerintah Desa dalam jangka waktu tertentu tanpa menerima imbalan dan setelah jangka waktu tersebut berakhir harus diserahkan kembali kepada Pemerintah Desa yang bersangkutan.
25. Kerjasama pemanfaatan adalah pendayagunaan Kekayaan Desa oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan penerimaan Desa bukan pajak dan sumber pembiayaan lainnya.
26. Bangun guna serah adalah pemanfa.atan Kekayaan Desa berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta bangunan. dan/atau sarana berikut fasilitasnya setelah berakhirnya jangka waktu.
27. Bangun serah guna adalah pemanfaatan Kekayaan Desa berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan. bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunannya diserahkan untuk didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang disepakati.
28. Hibah adalah pengalihan kepemilikan barang dari Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Desa, antar Pemerintah Desa atau dari Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah kepada pihak lain tanpa memperoleh penggantian.
BAB II
JENIS KEKAYAAN DESA
Pasal 2
(1) | Jenis kekayaan Desa terdiri atas: | |
a. | tanah Kas Desa; | |
b. | pasar Desa; | |
c. | bangunan Desa; | |
d. | lain-lain kekayaan milik Desa | |
(2) | lain-lain kekayaan milik Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain : | |
a. | barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBDesa/Daerah; | |
b. | barang yang berasal dari perolehan lainnya dan atau lembaga dari pihak ketiga. | |
c. | barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis; | |
d. | barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak dan lain-lain sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. | |
e. | hak Desa dari Dana Perimbangan, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah; | |
f. | hibah dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten; | |
g. | hibah dari pihak ke 3 (tiga) yang sah dan tidak mengikat; dan | |
h. | hasil kerjasama desa. |
Pasal 3
(1) | Kekayaan desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 menjadi milik desa. |
(2) | Kekayaan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan dokumen kepemilikan yang sah atas nama desa. |
BAB III
PEROLEHAN
Pasal 4
(1) | Kekayaan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diperoleh melalui: | |
a. | pembelian; | |
b. | sumbangan; | |
c. | bantuan dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah maupun pihak lain; dan | |
d. | bantuan dari pihak ketiga yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan peraturan perundang-undangan | |
(2) | Kekayaan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi milik Desa. |
BAB IV
PENGELOLAAN
Pasal 5
(1) | Pengelolaan kekayaan desa dilaksanakan berdasarkan asas fungsional, kepastian hukum, keterbukaan, efisiensi, akuntabilitas dan kepastian nilai. |
(2) | Pengelolaan kekayaan desa harus berdayaguna dan berhasilguna untuk meningkatkan pendapatan desa. |
(3) | Pengelolaan kekayaan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapatkan persetujuan BPD. |
Pasal 6
Biaya pengelolaan Kekayaan Desa dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
Pasal 7
Kekayaan Desa dikelola oleh Pemerintah Desa dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk kepentingan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat Desa. .
Pasal 8
Perencanaan kebutuhan kekayaan desa disusun dalam rencana kerja dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa setelah memperhatikan ketersediaan barang milik Desa yang ada.
BAB V
PEMANFAATAN
Pasal 9
J enis Pemanfaatan Kekayaan Desa berupa : | |
a. | sewa; |
b. | pinjam pakai; |
c. | kerjasama pemanfaatan; dan |
d. | bangun serah guna dan bangun guna serah. |
Pasal 10
(1) | Pemanfaatan Kekayaan Desa berupa sewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a dilakukan atas dasar: | |
a. | menguntungkan Desa; | |
b. | jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun sesuai dengan jenis kekayaan desa dan dapat diperpanjang; dan | |
c. | penetapan tarif sewa ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa setelah mendapat persetujuan BPD. | |
(2) | sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan | |
a. | pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian; | |
b. | obyek perjanijian sewa menyewa; | |
c. | jangka waktu; | |
d. | hak dan kewajiban para pihak; | |
e. | penyelesaian perselisihan; | |
f. | keadaan di luar kemampuan para pihak (force majeure); dan | |
g. | peninjauan pelaksanaan perjanjian. |
Pasal 11
(1) | Pemanfaatan Kekayaan Desa berupa pinjam pakai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b hanya dilakukan oleh Pemerintah Desa dengan Pemerintah Desa. | |
(2) | Pinjam pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kecuali tanah dan bangunan. | |
(3) | Pemanfaatan Kekayaan Desa berupa pinjam pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan oleh Kepala Desa setelah mendapat persetujuan BPD. | |
(4) | Jangka waktu pinjam pakai paling lama 7 (tujuh) hari dan dapat diperpanjang. | |
(5) | Pinjam pakai dilakukan dengan | |
a. | pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian; | |
b. | obyek perjanijian pinjam pakai; | |
c. | jangka waktu; | |
d. | hak dan kewajiban para pihak; | |
e. | penyelesaian perselisihan; | |
f. | keadaan di luar kemampuan para pihak (force majeure); dan | |
g. | peninjauan pelaksanaan perjanjian. |
Pasal 12
(1) | Pemanfaatan Kekayaan Desa berupa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Huruf c dilakukan atas dasar: | |
a. | mengoptimalkan daya guna dan hasil guna kekayaan Desa; | |
b. | meningkatkan pendapatan desa; | |
(2) | Kerjasama pemanfaatan Kekayaan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap tanah dan/atau bangunan ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah. | |
(3) | Kerjasama Pemanfaatan Kekayaan Desa dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut: | |
a. | tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dana dalam APBDes untuk memenuhi biaya operasional /pemeliharaan/perbaikan Kekayaan Desa; | |
b. | penetapan mitra kerjasama pemanfaatan berdasarkan musyawarah mufakat antara Kepala Desa dan BPD; | |
c. | ditetapkan oleh Kepala Desa setelah mendapat persetujuan BPD; | |
d. | tidak dibolehkan menggadaikan/memindahtangankan kepada pihak lain; dan | |
e. | jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun sesuai dengan jenis kekayaan desa dan dapat diperpanjang; | |
(4) | Kerjasama pemanfaatan Kekayaan Desa dilakukan dengan | |
a. | Pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian | |
b. | Obyek perjanjian pinjam pakai | |
c. | Jangka waktu | |
d. | Hak dan kewajiban para pihak | |
e. | Penyelesaian perselisihan | |
f. | Keadaan di luar kemampuan para pihak (force majeure); dan | |
g. | Peninjauan pelaksanaan perjanjian |
Pasal 13
(1) | Pemanfaatan Kekayaan Desa berupa bangun serah guna dan bangun guna serah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf d dilakukan atas dasar: | |
a. | Pemerintah Desa memerlukan bangunan dan fasilitas bagi penyelenggaraan pemerintahan desa untuk kepentingan pelayanan umum. | |
b. | tidak tersedia dana dalam Anggaran Pendapatan Belanja Desa untuk penyediaan bangunan dan fasilitas. |
Pasal 14
(1) | Hasil pemanfaatan kekayaan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, dan Pasal 13 merupakan penerimaan/pendapatan Desa. |
(2) | Penerimaan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib seluruhnya disetorkan pada rekening Kas Desa. |
Pasal 15
(1) | Kekayaan Desa yang berupa tanah Desa tidak diperbolehkan dilakukan pelepasan hak kepemilikan kepada pihak lain, kecuali diperlukan untuk kepentingan umum. |
(2) | Pelepasan hak kepemilikan tanah desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah mendapat ganti rugi sesual harga yang menguntungkan desa dengan memperhatikan harga pasar dan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). |
(3) | Penggantian ganti rugi berupa uang harus digunakan untuk membeli tanah lain yang lebih baik dan berlokasi di Desa. |
(4) | Pelepasan hak kepemilikan tanah desa sebagaima dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa. |
(5) | Keputusan Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterbitkan setelah mendapat persetujuan BPD dan mendapat ijin tertulis dari Bupati dan Gubernur. |
Pasal 16
Tata cara pengelolaan kekayaan desa diatur dengan Peraturan Kepala Desa.
BAB VI
PELAPORAN
Pasal 17
(1) | Kepala Desa menyampaikan laporan hasil pengelolaan kekayaan desa kepada Bupati melalui Camat setiap akhir tahun anggaran dan/atau sewaktu-waktu apabila diperlukan. |
(2) | Laporan hasil pengelolaan kekayaan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian dari laporan pertanggungjawaban |
BAB VII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 18
(1) | Bupati melakukan pembinaan dan pengawasan pengelolaan Kekayaan Desa. |
(2) | Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan menetapkan kebijakan teknis pengelolaan dan melindungi Kekayaan Desa. |
(3) | Bupati melakukan pengawasan pengelolaan kekayaan desa melalui audit yang dilakukan oleh Inspektorat Kabupaten. |
BAB VIII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 19
(1) | Kekayaan Desa sebagai akibat dari penggabungan Desa, maka Kekayaan Desa dari Desa yang digabung diserahkan menjadi milik Desa baru; |
(2) | Penyerahan Kekayaan Desa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima yang ditanda tangani oleh masing-masing Kepala Desa dan BPD bersangkutan dan diketahui oleh Bupati. |
Pasal 20
(1) | Pembagian Kekayaan Desa sebagai akibat pemekaran Desa dilaksanakan berdasarkan musyawarah antar Desa; | |
(2) | Pembagian Kekayaan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) difasilitasi oleh Camat; | |
(3) | Dalam hal hasil musyawarah yang difasilitasi oleh Camat tidak tercapai, pembagalan Kekayaan Desa ditetapkan dengan keputusan Bupati; | |
(4) | Keputusan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat. (3) harus mempertimbangkan : | |
a. | pemerataan dan Keadilan; | |
b. | manfaat; | |
c. | transparansi; | |
d. | sosial budaya masyarakat setempat |
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 21
Dengan berlakunya peraturan ini, semua ketentuan yang mengatur mengenai kekayaan desa dan kekentuan-ketentuan lain yang bertentangan dengan peraturan ini dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 22
Semua ketentuan yang mengatur mengenai kekayaan desa wajib menyesuaikan dengan berpedoman pada Peraturan ini paling lambat 6 (enam) bulan sejak ditetapkan.
Pasal 23
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Malang
pada tanggal 11 Juni 2010
Kepala Desa Landungsari,
H. D A N U
0 komentar:
Posting Komentar